Kabupaten Bekasi (
aksara Sunda:
ᮊᮘ᮪. ᮘᮨᮊᮞᮤ, Latin:
Kab. Bekasi) adalah sebuah
kabupaten di
Provinsi Jawa Barat,
Indonesia. Ibukotanya adalah
Cikarang. Kabupaten ini berada tepat di sebelah timur
Jakarta, berbatasan dengan
Kota Bekasi dan Provinsi
DKI Jakarta di barat,
Laut Jawa di barat dan utara,
Kabupaten Karawang di timur, serta
Kabupaten Bogor di selatan. Kabupaten Bekasi terdiri atas 23
kecamatan, yang dibagi lagi atas sejumlah
desa dan
kelurahan.
Penelusuran
Poerbatjaraka
(seorang ahli bahasa Sansakerta dan bahasa Jawa Kuno), kata “Bekasi”
secara filologis berasal dari kata Candrabhaga; Candra berarti bulan
(“sasi” dalam bahasa Jawa Kuno) dan Bhaga berarti bagian. Jadi
Candrabhaga berarti bagian dari bulan . Pelafalan kata Candrabhaga kadang berubah menjadi Sasibhaga atau Bhagasasi . Dalam pengucapannya sering disingkat Bhagasi, dan karena pengaruh
bahasa Belanda sering ditulis Bacassie (di
Stasiun KA Lemahabang pernah ditemukan plang nama Bacassie). Kata Bacassie kemudian berubah menjadi Bekasi sampai dengan sekarang.
Candrabhaga merupakan bagian dari
Kerajaan Tarumanagara, yang berdiri sejak abad ke 5 Masehi. Ada 7 (tujuh)
prasasti yang menyebutkan adanya kerajaan Tarumanagara yang dipimpin oleh Maharaja
Purnawarman, yakni
Prasasti Tugu (Cilincing, Jakarta),
Prasasti Ciaruteun,
Prasasti Muara Cianten,
Prasasti Kebon Kopi,
Prasasti Jambu,
Prasasti Pasir Awi (ke enam prasasti ini ada di daerah Bogor), dan satu prasasti di daerah Bandung Selatan (
Prasasti Cidangiang).
Diduga bahwa Bekasi merupakan salah satu pusat Kerajaan Tarumanagara
(Prasasti Tugu, berbunyi : ..dahulu kali yang bernama Kali Candrabhaga
digali oleh Maharaja Yang Mulia Purnawarman, yang mengalir hingga ke
laut, bahkan kali ini mengalir disekeliling istana kerajaan. Kemudian,
semasa 22 tahun dari tahta raja yang mulia dan bijaksana beserta seluruh
panji-panjinya menggali kali yang indah dan berair jernih, “Gomati”
namanya
. Setelah sungai itu mengalir disekitar tanah kediaman Yang Mulia Sang Purnawarman
.
Pekerjaan ini dimulai pada hari yang baik, yaitu pada tanggal 8 paro
petang bulan Phalguna dan diakhiri pada tanggal 13 paro terang bulan
Caitra.
Jadi, selesai hanya 21 hari saja. Panjang hasil galian kali itu mencapai 6.122 tumbak.
Untuk itu, diadakan selamatan yang dipimpin oleh para Brahmana dan Raja mendharmakan 1000 ekor sapi…).
Tulisan dalam prasasti ini menggambarkan perintah Raja Purnawarman
untuk menggali kali Candrabhaga, yang bertujuan untuk mengairi sawah dan
menghindar dari bencana banjir yang kerap melanda wilayah Kerajaan
Tarumanagara.
Setelah kerajaan Tarumanagara runtuh (abad 7), kerajaan yang memiliki pengaruh cukup besar terhadap Bekasi adalah
Kerajaan Padjadjaran, terlihat dari situs sejarah
Batu Tulis (di daerah Bogor).
Sutarga lebih jauh menjelaskan, bahwa Bekasi merupakan bagian dari
wilayah Kerajaan Padjadjaran dan merupakan salah satu pelabuhan sungai
yang ramai dikunjungi oleh para pedagang.
Bekasi menjadi kota yang sangat penting bagi Padjadjaran, selanjutnya
menjelaskan bahwa: “..Pakuan adalah ibukota Kerajaan Padjadjaran yang
baru.
Proses perpindahan ini didasarkan atas pertimbangan geopolitik dan strategi militer.
Sebab, jalur sepanjang Pakuan banyak dilalui aliran sungai besar yakni sungai Ciliwung dan Cisadane.
Oleh sebab itu, kota-kota pelabuhan yang ramai ketika itu akan mudah
terkontrol dengan baik seperti Bekasi, Karawang, Kelapa, Tanggerang dan
Mahaten atau Banten Sorasoan…”
Demikianlah, waktu berlalu, kerajaan-demi kerajaan tumbuh, berkembang, mengalami masa kejayaan, runtuh, timbul kerajaan baru.
Kedudukan Bekasi tetap menempati posisi strategis dan tercatat dalam
sejarah masing-masing kerajaan (terakhir tercatat dalam sejarah,
kerajaan yang menguasai Bekasi adalah
Kerajaan Sumedanglarang, yang menjadi bagian dari
Kerajaan Mataram).Bahkan bukti-bukti mengenai keberadaan kerajaan ini sampai sekarang
masih ada, misalnya : ditemukannya makam Wangsawidjaja dan Ratu
Mayangsari (batu nisan), makam Wijayakusumah serta sumur mandinya yang
terdapat di kampung Ciketing, Desa Mustika Jaya, Bantargebang.
Dimana baik batu nisan maupun kondisi sumur serta bebatuan sekitarnya,
menunjukkan bahwa usianya parallel dengan masa Kerajaan Sumedanglarang.
Demikian pula penemuan rantai di Kobak Rante, Desa Sukamakmur,
Kecamatan Sukakarya (konon katanya, daerah Kobak Rante adalah daerah
pinggir sungai yang cukup besar, hingga mampu dilayari kapal. Jalur ini
sering digunakan patroli kapal dari Sumedanglarang.
Pada masa ini masuk ke dalam Regentschap Meester Cornelis, yang
terbagi atas empat district, yaitu Meester Cornelis, Kebayoran, Bekasi
dan Cikarang. District Bekasi, pada masa penjajahan Belanda dikenal
sebagai wilayah pertanian yang subur, yang terdiri atas tanah-tanah
partikelir, system kepemilikan tanahnya dikuasai oleh tuan-tuan tanah
(kaum partikelir), yang terdiri dari pengusaha Eropa dan para saudagar
Cina. Diatas tanah partikelir ini ditempatkan Kepala Desa atau Demang,
yang diangkat oleh Residen dan digaji oleh tuan tanah. Demang ini
dibantu oleh seorang Juru Tulis, para Kepala Kampung, seorang amil,
seorang pencalang (pegawai politik desa), seorang kebayan (pesuruh
desa), dan seorang ulu-ulu (pengatur pengairan).
Untuk mengawasi tanah, para tuan tanah mengangkat pegawai atau
pembantu dekatnya, disebut potia atau lands opziener. Potia biasanya
keturunan Cina, yang diangkat oleh tuan tanah. Tugas potia adalah
mengawasi para pekerja, serta mewakili tuan tanah apabila tidak ada
ditempat. Disamping itu ada juga Mandor yang menguasai suatu wilayah,
disebut wilayah kemandoran. Dalam praktik sehari-hari, mandor sangatlah
berkuasa, seringkali tindakannya terhadap para penggarap melampaui
batas-batas kemanusiaan. Para penggarap adalah pemilik tanah sebelumnya,
yang tanahnya dijual pada tuan tanah. Orang yang diangkat mandor
biasanya dari para jagoan atau jawara yang ditakuti oleh para penduduk.
Distrik Bekasi terkenal subur yang produktif, hasilnya lebih baik
jika dibandingkan dengan distrik-distrik lain di Batavia, distrik Bekasi
rata-rata mencapai 30-40 pikul padi setiap bau, sedangkan distrik lain
hanya mampu menghasilkan padi 15-30 pikul setiap bau’nya. Namun yang
menikmati hasil kesuburan tanah Bekasi adalah Sang tuan tanah, bukanlah
rakyat Bekasi. Rakyat Bekasi tetap kekurangan, dalam kondisi yang serba
sulit, seringkali muncul tokoh pembela rakyat kecil, semisal Entong
Tolo, seorang kepala perambok yang selalu menggasak harta orang-orang
kaya, kemudian hasilnya dibagikan kepada rakyat kecil, karenanya rakyat
sangat menghormati dan melindungi keluarga Entong Tolo, Sang Maling
Budiman, Robin Hood’nya rakyat Bekasi. Di hampir semua wilayah Bekasi
memiliki cerita sejenis, dengan versi dan nama tokoh yang berbeda. Hal
ini juga, yang mempengaruhi sikap dan cara pandang masyarakat Bekasi,
terhadap sesuatu yang berhubungan dengan ke’jawara’an.
Setelah Entong Tolo ditangkap dan dibuang ke Manado, tahun 1913 di
Bekasi muncul organisasi Sarekat Islam (SI) yang banyak diminati
masyarakat yang sebagian besar petani. Berbeda dengan di daerah lain,
kepengurusan SI Bekasi didominasi oleh kalangan pedagang, petani, guru
ngaji, bekas tuan tanah dan pejabat yang dipecat oleh Pemerintah Hindia
Belanda, serta para jagoan yang dikenal sebagai rampok budiman. Karena
jumlah yang cukup banyak, SI Bekasi kemudian menjadi kekuatan yang
dominan ketika berhadapan dengan para tuan tanah. Antara 1913-1922, SI
Bekasi menjadi penggerak berbagai protes sebagai upaya penentangan
terhadap berbagai penindasan terhadap petani, misalnya pemogokkan kerja
paksa (rodi), protes petani di Setu (1913) sampai pemogokkan pembayaran
“cuka” (1918).
Kedatangan Jepang di Indonesia bagi sebagian besar kalangan rakyat,
memperkuat anggap eksatologis ramalan Jayabaya (buku “Jangka Jayabaya”,
mengungkapkan :”…suatu ketika akan datang bangsa kulit kuning dari utara
yang akan mengusir bangsa kulit putih. Namun, ia hanya akan memerintah
sebentar yakni selama ‘seumur jagung’, sebagai Ratu Adil yang kelak akan
melepaskan Indonesia dari belenggu penjajahan…”
Pada awalnya, penaklukan Jepang terhadap Belanda disambut dengan suka
cita, yang dianggap sebagai pembebas dari penderitaan. Rakyat Bekasi
menyambut dengan kegembiraan, dan semakin meluap ketika Jepang
mengijinkan pengibaran Sang Merah Putih dan dinyanyikannya lagu
Indonesia Raya. Namun kegembiraan rakyat Bekasi hanya sekejap, selang
seminggu pemerintah Jepang mengeluarkan larangan pengibaran Sang Merah
Putih dan lagu Indonesia Raya. Sebagai gantinya Jepang memerintahkan
seluruh rakyat Bekasi mengibarkan bendera “Matahari Terbit” dan lagu
“Kimigayo”. Melalui pemaksaan ini, Jepang memulai babak baru penindasan,
yang semula dibanggakan sebagai “saudara tua”.
Kekejaman tentara Jepang semakin kentara, ketika mengintruksikan agar
seluruh rakyat Bekasi berkumpul di depan kantor tangsi polisi, untuk
menyaksikan hukuman pancung terhadap penduduk Telukbuyung bernama
Mahbub, yang ditangkap karena diduga sebagai mata-mata Belanda dan
menjual surat tugas perawatan kuda-kuda militer Jepang. Hukum pancung
ini sebagai shock theraphy agar menimbulkan efek jera dan ketakutan bagi
rakyat Bekasi. Bala tentara Jepang juga memberlakukan ekonomi perang,
padi dan ternak yang ada di Bekasi Gun dicatat, dihimpun dan wajib
diserahkan kepada penguasa militer Jepang. Bukan saja untuk keperluan
sehari-hari tetapi juga untuk keperluan jangka panjang, dalam rangka
menunjang Perang Asia Timur Raya.
Akibatnya, rakyat Bekasi mengalami kekurangan pangan, keadaan ini
makin diperparah dengan adanya “Romusha” (kerja rodi). Pemerintah
militer Jepang juga melakukan penetrasi kebudayaan dengan memaksa para
pemuda Bekasi untuk belajar semangat bushido (spirit of samurai),
pendewaan Tenno Haika (kaisar Jepang). Para pemuda dididik melalui
kursus atau dengan melalui pembentukan Seinendan, Keibodan, Heiho dan
tentara Pembela Tanah Air (PETA), yang kemudian langsung ditempatkan
kedalam organisasi militer Jepang.
Selain organisasi bentukan Jepang, pemuda Bekasi mengorganisasikan
diri dalam organisasi non formal yaitu Gerakan Pemuda Islam Bekasi
(GPIB), yang didirikan pada tahun 1943 atas inisiatif para pemuda Islam
Bekasi yang setiap malam Jum’at mengadakan pengajian di Mesjid Al
–Muwahiddin, Bekasi, para anggotanya terdiri atas pemuda santri, pemuda
pendidikan umum dan pemuda “pasar” yang buta huruf. Awalnya GPIB
dipimpin oleh Nurdin, setelah ia meninggal 1944, digantikan oleh Marzuki
Urmaini. Hingga awal kemerdekaan BPIB memiliki anggota yang banyak,
markasnya di rumah Hasan Sjahroni, di daerah pasar Bekasi, banyak
anggotanya kemudian bergabung ke-BKR dan badan perjuangan yang dipimpin
oleh KH Noer Alie. GPIB banyak memiliki Cabang antara lain, GPIB Pusat
Daerah Bekasi (Marzuki Urmaini dan Muhayar), GPIB Daerah Ujung Malang
(KH Noer Alie), GPIB Daerah Tambun (Angkut Abu Gozali, GPIB Kranji (M.
Husein Kamaly) dan GPIB Cakung (Gusir) berdirinya kabupaten Bekasi.
Berdasarkan aturan hukum pada saat itu dan melihat kegigihan rakyat
memperjuangkan aspirasinya untuk membentuk suatu pemerintahan
tersendiri, setingkat Kabupaten, mulailah para tokoh dan rakyat Bekasi
berjuang agar pembentukan tersebut dapat terealisasikan. Awal tahun
1950, para pemimpin rakyat diantaranya R. Soepardi, KH Noer Alie, Namin,
Aminudin dan Marzuki Urmaini membentuk “Panitia Amanat Rakyat Bekasi”,
dan mengadakan rapat raksasa di Alun-alun Bekasi (17 Januari 1950), yang
dihadiri oleh ribuan rakyat yang datang dari pelbagai pelosok Bekasi,
dihasilkan beberapa tuntutan yang terhimpun dalam “Resolusi 17 Januari”,
yang antara lain menuntut agar nama Kabupaten Jatinegara diubah menjadi
Kabupaten Bekasi, tuntutan itu ditandatangani oleh Wedana Bekasi (A.
Sirad) dan Asisten Wedana Bekasi (R. Harun).
Usulan tersebut akhirnya mendapat tanggapan dari Mohammad Hatta, dan
menyetujui penggantian nama “Kabupaten Jatinegara” menjadi “Kabupaten
Bekasi”, persetujuan ini semakin kuat dengan dikeluarkannya
Undang-undang No. 14 Tahun 1950 yang ditetapkan tanggal 8 Agustus 1950
tentang Pembentukan Kabupaten-kabupaten di lingkungan Provinsi Jawa
Barat, serta memperhatikan Peraturan Pemerintah No. 32 Tahun 1950
tentang berlakunya undang-undang tersebut, maka Kabupaten Bekasi secara
resmi terbentuk pada tanggal 15 Agustus 1950, dan berhak mengatur rumah
tangganya sendiri, sebagaimana diatur oleh Undang-undang Pemerintah
Daerah pada saat itu, yaitu UU No.22 Tahun 1948. Selanjutnya, ditetapkan
oleh Pemerintah Daerah Tingkat II Kabupaten Bekasi, bahwa tanggal 15
Agustus 1950 sebagai hari jadi kabupaten.
Status ini dikukuhkan dengan UU Nomor 14 Tahun 1950 mengenai
pembentukan Kabupaten Bekasi, dengan wilayah yang terdiri dari empat
kewedanaan, 13 kecamatan dan 95 desa. Pada tahun 1960 kantor Kabupaten
Bekasi berpindah dari Jatinegara ke kota Bekasi (Jl. Ir. H Juanda), yang
kemudian pada tahun 1982 gedung perkantoran Pemda Kabupaten Bekasi
kembali dipindahkan ke Jl. Ahmad Yani, Bekasi. Mulai tahun 2004,
Pemerintahan Kabupaten Bekasi dipindahkan ke Cikarang Pusat, Kota
Deltamas dengan tujuan untuk memeratakan pembangunan di daerah timur
Bekasi.
Jumlah penduduk Kabupaten Bekasi pada tahun 2004 mencapai 1.950.209
jiwa. Bila dilihat dari rasio penduduk berdasarkan kelamin adalah 1,04
banding 1,00, dimana jumlah penduduk laki-laki sebanyak 996.150 jiwa dan
perempuan 954.054 jiwa. Adapun laju pertumbuhan penduduk hasil
perhitungan sensus tahun 2000 sebesar 4,23 % terdiri dari migrasi 2,33 %
dan alamiah 1,90%.
Pada tahun 2005 jumlah penduduk Kabupaten Bekasi bertambah menjadi
2.027.902 jiwa atau mengalami pertumbuhan sebesar 3,98% dari tahun
sebelumnya.Penduduk bekasi mayoritas merupakan pendatang sehingga tak
heran jika banyak budaya nya pn telah banyak berakulturasi.
Pada tahun 2013, jumlah penduduk Kabupaten Bekasi mencapai 3.002.112
jiwa. Tahun 2014, jumlah penduduk Kabupaten Bekasi menjadi 3.112.698
jiwa atau naik 120.586 jiwa dari tahun 2013.Penduduk berjenis kelamin laki-laki adalah 1.592.588 jiwa dan penduduk
berjenis kelamin perempuan 1.530.110 jiwa pada tahun 2014.Dengan luas
wilayah 127.388 hektar, tingkat kepadatan penduduk Kabupaten Bekasi
mencapai 2.451 jiwa per km
2.
Kecamatan dengan penduduk tertinggi ialah
Tambun Selatan
dengan jumlah penduduk mencapai 486.041 jiwa atau 16 persen dari total
penduduk Kabupaten Bekasi pada tahun 2014. Kecamatan dengan penduduk
terendah ialah
Bojongmangu dengan jumlah penduduk 25.587 jiwa pada tahun 2014.
Sebagian besar wilayah Bekasi adalah dataran rendah dengan bagian
selatan yang berbukit-bukit. Ketinggian lokasi antara 0 – 115 meter dan
kemiringan 0 – 250 meter. Kabupaten Bekasi yang terletak di sebelah
Utara Provinsi Jawa Barat dengam mayoritas daerah merupakan dataran
rendah, 72% wilayah Kabupaten Bekasi berada pada ketinggian 0-25 meter
di atas permukaan air laut. Berdasarkan karakteristik topografinya,
sebagian besar Kabupaten Bekasi masih memungkinkan untuk dikembangkan
untuk kegiatan budidaya,Terutama untuk budidaya ikan di tambak ataupun
untuk budidaya hewan domestik seperti ayam dan kambing.
Jenis tanah di Kabupaten Bekasi diklasifikasikan dalam tujuh
kelompok. Kelompok yang paling layak untuk pengembangan pembangunan
memiliki luas sekitar 16.682,25 Ha (81,25%), yang terdiri dari jenis
asosiasi podsolik kuning dan hidromorf kelabu; komplek latosol merah
kekuningan, latosol coklat, dan podsolik merah; aluvial kelabu tua;
asosiasi glei humus dan alluvial kelabu; dan asosiasi latosol merah,
latosol coklat kemerahan, dan laterit. Klasifikasi cukup layak seluas
3.745,04 Ha (18,24%), terdiri dari jenis tanah asosiasi alluvial kelabu
dan alluvial coklat kekelabuan. Sisanya sekitar 104,71 Ha (0,51%) dari
jenis podsolik kuning merupakan areal yang kurang layak untuk
pembangunan.
Ditinjau dari tekstur tanahnya, sebagian besar wilayah ini memiliki
tekstur tanah halus sekitar 15.555,04 Ha (75,76%) dan bertekstur sedang
sekitar 4.755,21 Ha (23,16%) berada di sebelah utara dan sebelah selatan
yakni, sedangkan sisanya sekitar 221,75 Ha atau 1,08% bertekstur kasar
berada di sebelah barat. Tingkat kepekaan tanah terhadap erosi cukup
baik/stabil. Tingkat kepekaan ini diklasifikasikan tiga bagian yakni
stabil (tidak peka), peka, dan sangat peka. Sekitar 17.220,19 Ha
(83,87%) dari luas lahan merupakan lahan stabil yang layak untuk
dikembangkan untuk berbagai macam kegiatan perkotaan. Seluas 3.127,02 Ha
(15,23%) dari lahanya memiliki kondisi peka dan masih cukup layak untuk
dibangun. Sedangkan di bagian selatan, lahnnya sangat peka terhadap
erosi yakni sekitar 184,79 Ha (0,9%), kurang layak untuk dikembangkan.
Adanya beberapa sungai yang melewati wilayah Kabupaten Bekasi merupakan
potensi sebagai sumber air untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Di
Kabupaten Bekasi terdapat enam belas aliran sungai besar dengan lebar
berkisar antara 3 sampai 80 meter, yaitu sebagai berikut Sungai Citarum,
Sungai Bekasi, Sungai Cikarang, Sungai Ciherang, Sungai Belencong,
Sungai jambe, Sungai Sadang, Sungai Cikedokan, Sungai Ulu, Sungai
Cilemahabang, Sungai Cibeet, Sungai Cipamingkis, Sungai Siluman, Sungai
Serengseng, Sungai Sepak dan Sungai Jaeran.
Selain itu, terdapat 13 situ yang tersebar di beberapa kecamatan
dengan luas total 3 Ha sampai 40 Ha, yaitu Situ Tegal Abidin,
Bojongmangu, Bungur, Ceper, Cipagadungan, Cipalahar, Ciantra, Taman,
Burangkeng, Liang Maung, Cibeureum, Cilengsir, dan Binong. Saat ini
kebutuhan air di Kabupaten Bekasi dipenuhi dari 2 (dua) sumber, yaitu
air tanah dan air permukaan. Air tanah dimanfaatkan untuk pemukiman dan
sebagian industri. Kondisi air tanah yang ada di wilayah Kabupaten
Bekasi sebagian besar merupakan air tanah dangkal yang berada pada
kedalaman 5 – 25 meter dari permukaan tanah, sedangkan air tanah dalam
pada umumnya didapat pada kedalaman antara 90 – 200 meter. Air
permukaan, seperti sungai, dimanfaatkan oleh PDAM untuk disalurkan
kepada konsumennya, baik permukiman maupun industri.
Kabupaten Bekasi dipimpin oleh bupati Hj. Neneng Hasanah Yasin dan wakil bupati H. Rohim Mintareja yang dicalonkan oleh fraksi
Golkar, yang memerintah dari tahun 2012. Neneng Hasanah Yasin adalah calon dari Partai Golkar dan H. Rohim Mintareja dari partai
Demokrat. Neneng Hasanah Yasin adalah anggota DPRD
jawa barat. Rohim Mintareja adalah anggota DPRD Kab. Bekasi dari Dapil
DPRD Kab. Bekasi 1 yang bertugas di Komisi C. Pasangan ini cukup kuat di
daerah Pebayuran, Tambun, Cibitung, Cikarang Barat, Cibarusah,
terkecuali di Cikarang Selatan yang mayoritas memilih pasangan Darip
Maulana dan Jejen Sayuti.
Sumber : https://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Bekasi